Ad Code

Ticker

6/recent/ticker-posts

Bahaya Polarisasi Pasca Pemilu 2019

Pemilu 2019 masih meninggalkan satu permasalahan yaitu adanya polarisasi politik di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Istilah Cebong vs Kampret seringkali terlihat di kolom komentar berbagai media sosial. Seperti yang terjadi dalam setiap perdebatan di berbagai komentar media sosial bahwa sangat mudah sekali mengkotak-kotakkan individu, misalnya orang yang mendukung kubu 01 disebut sebagai Cebong begitupun sebaliknya orang yang mendukung kubu 02 disebut Kampret. Lebih jauh lagi, orang yang dianggap kontra dengan kubu 01 dilabeli Kampret atau dianggap kontra dengan kubu 02 dianggap Cebong. Bahkan dengan penggunaan istilah-istilah tersebut telah menjerumus pada munculnya permusuhan dan kebencian.

Perselisihan dengan menggunakan istilah-istilah serupa juga masih terus ada dalam berbagai perdebatan politik di kolom komentar berbagai media sosial. Polarisasi politik hingga saat ini terlihat tidak kunjung mereda, padahal dua kandidiat calon presiden yang dahulu bersaing dalam pemilu 2019 sudah menjadi satu dalam pemerintahan.

Polarisasi pasca pemilu 2019 tentunya sangat berbahaya karena dapat menggerus persatuan serta keberagaman yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, adanya polarisasi ini dikhawatirkan bisa berpotensi disusupi oleh berbagai pihak dengan kepentingannya masing-masing yang menginginkan kondisi demikian terus terjadi.

Tentunya kita juga harus ingat dengan adanya politik Devide et Impera, dimana perpecahan digunakan sebagai senjata untuk menguasai suatu kelompok bahkan perpecahan akan dimunculkan apabila belum ada. Maka dapat dikatakan persatuan yang kuat menjadi kunci dalam melawan politik adu domba ini dengan terus mengupayakan hilangnya polarisasi politik di kalangan masyarakat.

Oleh karena itu, masyarakat secara terus-menerus harus mengurangi penggunaan istilah-istilah yang berpotensi merusak semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Para elit poltik juga harus terus berperan dalam upaya menghilangkan atau setidaknya menurunkan tensi polarisasi yang ada. Sehingga diharapkan pada pemilu mendatang pada tahun 2024 tidak menimbulkan polarisasi berkepanjangan lagi karena sejatinya pemilu merupakan pesta demokrasi rakyat dari rakyat dan untuk rakyat.